Pembahasan terkait pengurangan emisi dari deforestasi dimulai sejak 1994, hingga pada COP 13 UNFCCC pada tahun 2007 diputuskan bahwa REDD+ harus menjadi bagian dari negosiasi. Hal ini mendapat perhatian dari mayoritas negara berkembang sebagai pelaksana dan negara maju sebagai penyedia dukungan bagi implementasi REDD + di negara-negara berkembang. Sejak COP 13 di Bali sampai COP 19 di Warsawa (“Warsaw REDD+ Framework") telah dihasilkan 14 (empat belas) keputusan COP terkait REDD+ yang digunakan sebagai guidance internasional untuk implementasi REDD+.
Paris Agreement yang telah diratifikasi pada tanggal 24 November 2016, pada Pasal 5 secara jelas mengartikulasikan dan mengakui peran hutan dan REDD+ untuk implementasi penuh (full implementation) melalui result-based payment. Seiring dengan gerakan global ini, para pemangku kepentingan global, khususnya mereka yang telah bekerja di bidang REDD+ berharap dapat melakukan full implementation REDD+ dan menaruh harapan besar untuk terus melangkah maju dengan adanya Pasal 5 dari Paris Agreement. Pada saat yang sama, para pemangku kepentingan global juga mempertanyakan masa depan REDD+ pasca kesepakatan di Paris.
Dalam konteks nasional, REDD+ Indonesia di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mencapai kemajuan dalam beberapa hal baik teknis maupun kebijakan, untuk implementasi penuh REDD+ sebagaimana tertuang dalam Warsaw REDD+ Framework. Sejumlah perangkat/ instrumen/ infrastruktur telah dan sedang dibangun yaitu: Forest Reference Emission Level (FREL), Monitoring, Reporting, and Verification (MRV) serta Sistem Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+. Aspek lainnya dari REDD+ yang sedang dalam proses penyiapan adalah aspek pendanaan REDD+ di berbagai tingkatan (nasional dan sub nasional).
Terkait dengan hal tersebut diatas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Perubahan Iklim, dalam kerangka Forest Carbon Partnership Facility (FCPF-World Bank), pada tanggal 16 Januari 2018 bertempat di Gedung Manggala Wanabakti-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, menyelenggarakan Diskusi Interaktif REDD+ : “REDD+ Under Paris Agreement” sebagai bagian dari acara tahunan Festival Iklim (Climate Festival) tahun 2018. Pada sesi ini disampaikan update dari Pemerintah Indonesia dan beberapa mitra pelaksana REDD+ di Indonesia, terkait kemajuan dan kesiapan full implementation REDD +, termasuk hambatan yang dihadapi dalam mencapai result-based payment, dan secara interaktif mendiskusikan perspektif dan gagasan tentang tindakan yang diambil untuk menanggapi respon global, serta kemungkinan kontribusi REDD+ untuk memenuhi target NDC.
Hasil yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah :
1. Terinformasikannya dan terkomunikasikannya progres terkini persiapan implementasi REDD+ di Indonesia, serta mendiskusikan implikasi Paris Agreement.
2. Terbangunnya kesepahaman peran dan tanggung jawab dalam rangka mendukung implementasi REDD+ secara penuh (result based payment) dan pencapaian target NDC.
3. Terkumpulkannya masukan dan gagasan untuk menyusun langkah-langkah konkrit selanjutnya untuk mewujudnyatakan implementasi REDD+ Indonesia secara penuh, serta untuk mencapai target NDC.
Peserta terdiri atas: wakil pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, CSO, akademisi dan peneliti, lembaga riset, Pokja/Komda REDD+, mitra internasional serta para perwakilan pelaku kegiatan terkait REDD+.
DDPI Kaltim sendiri pada kegiatan ini menjadi salah satu nara sumber pada sesi diskusi interaktif dengan topik "Perspektif Daerah tentang Implementasi NDC".